Langsung ke konten utama

Mengenang Prof Malik Fajar



KETUA Badan Pembina Harian (BPH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Prof. Dr. (H.C.) Drs. H. Abdul Malik Fadjar, M.Sc. berpulang di usia 81 tahun. Rektor UMM periode 1983-2000 ini menghembuskan nafas terakhirnya pada pukul 19.00 WIB di Rumah Sakit Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan. Kabar meninggalnya Prof. Malik Fadjar itu dibenarkan pihak UMM pada Senin (7/9) malam melalui siaran resminya. 


Abdul Malik Fadjar lahir di Yogyakarta pada 22 Februari 1939. Ia dikenal sebagai tokoh bangsa yang sangat peduli pada dunia pendidikan. Sebagai anak seorang guru yang juga aktivis Muhammadiyah, Malik Fadjar adalah sosok yang mewarisi jiwa aktivisme dan kepemimpinan ayahnya, Fadjar Martodiharjo yang di kalangan Muhammadiyah dikenal sebagai tokoh yang bijaksana dan mengayomi.


Darah guru terbukti menancap kuat dalam dirinya, terutama sejak ia menjadi guru agama di daerah terpencil di Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 1959, yaitu Sekolah Rakyat Negeri (SRN) Taliwang. Selanjutnya, perjalanan hidupnya tak pernah lepas dari dunia pengajaran dan pendidikan.


 Selepas dari SRN Taliwang, ia berturut-turut kemudian mengajar di Sekolah Guru Bantu (SGB) Negeri dan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Sumbawa Besar NTB pada rentang 1960-1963, dosen Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Malang pada 1972, dosen dan dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) hingga 1983, dan kemudian menjadi rektor di dua kampus, yaitu di UMM pada 1983-2000 dan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada 1994-1995. 


Selama puluhan tahun menjadi guru di Muhammadiyah, ia tak sekadar menjadi seorang pendidik, tapi juga berkontribusi besar membangun sekolah-sekolah Muhammadiyah dan perpustakaan desa di daerah Yogyakarta dan Magelang.


Kesuksesannya dalam mengembangkan pendidikan, terutama pendidikan Islam, membuat namanya kian disegani dalam dunia pendidikan Indonesia. Terlebih, ia mampu membawa UMM yang semula tak begitu dipandang menjadi kampus yang amat disegani dalam konteks nasional bahkan internasional. Hal itu membuatnya dipercaya sebagai Menteri Agama di era Presiden BJ Habibie pada 1998-1999 dan Menteri Pendidikan Nasional di era kepemimpinan Megawati Soekarnoputri 2001-2004. 


Bahkan, ia juga sempat menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) ad-interim menggantikan Jusuf Kalla yang ketika itu mencalonkan diri sebagai wakil presiden pada Pemilu 2004. Di samping itu, Malik juga aktif di Ikatan Cendekiwan Muslim Indonesia (ICMI) dan Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (HIPIIS).


Jati diri Malik Fadjar sebagai seorang pendidik, begitu pula karakter kepemimpinannya yang memiliki pengaruh demikian besar itu tidak terjadi begitu saja. Dari riwayat pendidikannya, terlihat bahwa ia memang memiliki passion yang amat besar untuk menjadi seorang guru. Malik memulai pendidikannya di SRN Pangenan Kertoyudan, Magelang, Jawa Tengah pada 1947. Ia selanjutnya bersekolah di Pendidikan Guru Agama Pertama Negeri (PGAPN) Magelang pada 1953 dan Pendidikan Guru Agama Atas Negeri (PGAAN) Yogyakarta pada 1957.


Ia kemudian kuliah di IAIN Sunan Ampel Malang pada 1963 dan meraih gelar Sarjana Pendidikan Kemasyarakatan Islam pada 1972. Tujuh tahun setelahnya, yaitu pada 1979, ia melanjutkan studinya di Florida State University, Amerika Serikat, dan meraih gelar Master of Science di bidang pengembangan pendidikan pada 1981. 


Kepakarannya di bidang pendidikan kian lengkap setelah Malik dikukuhkan sebagai Guru Besar pada Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel pada 1995. Kemudian pada 2001, Malik mendapat gelar kehormatan Doktor Honoris Causa di bidang kependidikan Islam dari Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


Tak perlu diragukan lagi, pada diri tokoh pendidikan yang tak pernah berhenti berkarya ini, mengalir darah guru dan darah Muhammadiyah, demikian ungkap Anwar Hudijono, penulis perjalanan hidup Malik Fadjar. Sungguh lengkap kiprah Malik Fadjar, mulai dari praktisi pendidikan paling dasar, birokrat pendidikan, hingga cendekiawan Muslim yang senantiasa berpikir soal kemajuan bangsanya. Ibarat pena, Malik Fadjar adalah tinta yang tak pernah habis. Guru adalah jiwanya. Penghayatan terhadap filosofi guru menjadikannya seorang guru yang sebenar-benarnya guru, hingga menjadi Menteri para Guru (Mendiknas). (*)


Sumber : rilis berita UMM dengan judul Prof. Malik Fajar berpulang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bu Titin dan bu Nur wakaf untuk diuangkan

  Bu Titin binti Samido tinggal Di Garut dan bu Nur binti Samidi tinggal di Bogor. Keduanya mewakili ahli waris pak Samido dan pak Samidi sepakat mewakafkan tanah leluhurnya yang ada di Moyudan Sleman kepada Muhammadiyah.  Alkisah, saya dihubungi seseorang, singkat cerita namanya bu Titin. Menceritakan bahwa kakek neneknya asli Moyudan Sleman, tetapi ahli warisnya tidak ada yang tinggal di Jawa (baca : Sleman) . Semua diluar 'jawa' dan tidak ada yang akan balik ke Jawa.  Dibagi tanah nanggung, dibagi uang nanggung. Akhirnya Satu bidang sertifikat hak 3 bersaudara seluas 600 M2 sepakat diwakafkan 400 M2.  Setelah saya jelaskan dua program utama percontohan wakaf melalui uang yaitu pembebasan tanah dan pembangunan gedung dakwah PDM Sleman dan Pembangunan RS PKU Muhammadiyah Pakem, beliau sepakat tanah dijual dan uangnya diwakafkan untuk PKU Pakem. Agar cepat manfaat, imbuhnya.  Sabtu, 5 Oktober 2024 akhirnya sertifikat diserahkan kepada saya atas nama Majelis Pend...

Pak Gunung wakaf melalui uang

Namanya pak Gunung Soetopo. Tinggi besar dan 'mbois'. Jangan ditanya, hatinya baik dan sangat dermawan.  Jumat 13 Agustus 2024 lalu beliau kembali berwakaf melalui uang sebesar Rp. 500.000.000 (limaratus juta rupiah) kepada PCM Pakem untuk pembebasan tanah guna pengembangan Klinik PKU Muhammadiyah Pakem.  Critanya begini, saat launching Senam Prolanis bagi Peserta BPJS Klinik PKU Muhammadiyah Pakem, pak gunung tanya ke saya, kebetulan saya selaku Ketua PCM Pakem/Ketua BPH PKU Pakem.  "Mas, tanah utara ini milik siapa? Dijual tidak? " Dijual pak, jawab saya.  Berapa?  Terakhir minta 3 juta per meter. Luas 425 M2 pak.  Wis ndang dibeli saja, saya, 500jt, selebihnya mas Agung yang cari kekurangannya.  Saya tertantang  langsung jawab. Siyap pak. Bismillah.  Alhamdulillah tgl 13 Agustus 2024 transaksi berlangsung disaksikan kepala KUA Pakem.  Kekurangannya gimana mas Agung?  Saya jawab : Menunggu muhsinin lainya pak. InsyaAllah dimudahka...