Langsung ke konten utama

Wakaf Muhammadiyah



Hari-hari ini sangat menarik ketika mengikuti narasi-narasi yang dituliskan di media social baik FB, Instagram ataupun grup WA terkait dengan pengisian jabatan di kabinet presiden Jokowi periode 2019 – 2024. Ada yang menggerutu atau bahkan memaki-maki karena kadernya tidak masuk dalam daftar pembantu Presiden sekarang ini. Bahkan lebih konyol lagi ada yang mengolok-olok Muhammadiyah dengan kata-kata tidak bisa “ndalil” dan tidak bisa membaca “Kitab Kuning”. Padahal Muhammadiyah tidak ada hubungannya dengan penyusunan personal dalam kabinet, karena penyusunan itu murni hak prerogatif presiden terpilih. Muhammadiyah tidak pernah meminta jabatan, ataupun posisi di pemerintahan walaupun jika ditillik secara historis jasa Muhammadiyah bagi bangsa ini sangatlah besar.


Muhammadiyah tidak pernah minta jatah Menteri Agama, walaupun keberadaan kementerian agama dulunya merupakan gagasan tokoh Muhammadiyah dari Jawa Tengah, KH Abu Dardiri bersama dengan tokoh Masyumi lainnya yakni K.H.M Saleh Suaidy, dan M. Sukoso Wirjosaputro pada sidang Pleno Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang diselenggarakan pada tanggal 25-27 November 1945.


Muhammadiyah juga tidak pernah minta kepada pemerintah agar kadernya menjadi Dirjen Haji walaupun  pada tahun 1912 Muhammadiyah untuk pertamakalinya memiliki gagasan mendirikan Bagian Penolong Haji yang diketuai oleh KH. M. Sudjak yang menjadi rintisan munculnya Direktorat Urusan Haji. Dimana pada tahun 1930, Kongres Muhammadiyah ke-17 di Minangkabau merekomendasikan untuk membangun pelayaran sendiri bagi jemaah haji Indonesia. Kemudian pada tanggal 21 Januari 1950, Yayasan PHI terbentuk dengan susunan pengurusnya; sebagai Ketua KH. M. Sudjak, Wakil Ketua KH. Wahab Hasbullah, Penulis Muhammad Saubani, Bendahara Abd. Manaf dan pembantu Ki. Bagus Hadikusumo, R. Muljadi Djojomartono dan KH. M. Dachlan.


Muhamnmadiyah juga tidak ingin menguasai Badan Amil, Zakat, Infak, dan Shadaqah, walaupun cikal bakal pengelolaan zakat modern di Indonesia adalah Muhammadiyah. Ditandai dengan dibentuknya divisi sosial dan kesejahteraannya PKU (Penolong Kesejahteraan Umum) yang didirikan pada tahun 1920.


Muhammadiyah tidak pernah minta kepada pemerintah agar kadernya menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak walaupun tokoh-tokoh Aisyiyah yakni Hayyinah, dan Munjiyah menjadi pelopor pergerakan perempuan atas lahirnya Konges Perempuan Pertama pada 1928.


Muhammadiyah tidak pernah minta kepada pemerintah agar kadernya menjadi Panglima TNI walaupun dalam perjuangan dan mempertahankan kemerdekaan, kontribusi Muhammadiyah terbesar melalui Soedirman adalah perang gerilya yang kemudian melahirkan serta menjadi Bapak Tentara Nasional Indonesia.


Muhammadiyah tidak pernah minta kepada pemerintah agar kadernya menjadi Menteri Perikanan dan Kelautan, walaupun peran tokoh Muhammadiyah Ir Djuanda juga sangat penting dalam menyatukan seluruh kepulauan Indonesia melalui Deklarasi Djuanda 1957, yang menjadi pangkal tolak perjuangan Indonesia di PBB untuk menyatukan lautan dan daratan dalam satu kepulauan Indonesia. Perjuangan tersebut berhasil tahun 1982 dengan diakuinya kesatuan laut dan daratan kepulauan Indonesia oleh PBB dalam hukum laut internasional.


Muhammadiyah tidak pernah minta agar kadernya duduk di pemerintahan walaupun Kiai Mas Mansur (Ketua PB Muhammadiyah) menjadi tokoh empat serangkai bersama Sukarno, Mohammad Hatta, dan Ki Hadjar Dewantara dalam persiapan kemerdekaan Indonesia. Dalam kesempatan yang lain, tokoh Muhammadiyah seperti Ki Bagus Hadikusumo didukung Kahar Muzakkir dan Kasman Singodimedjo menjadi penentu konsensus nasional penetapan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945, sebagai konstitusi dasar sekaligus penetapan Pancasila sebagai dasar negara.


Ini semua adalah wakaf Muhammadiyah baik dari segi pendanaan, gagasan maupun praktek amal yang semuanya dilakukan dengan ihlas, demi kemajuan dan kemakmuran rakyat Indonesia.


Drs. M. Afnan Hadikysumo

_*Ketum PP TapakSuci*_

Anggota DPD RI. Subhanallah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bu Titin dan bu Nur wakaf untuk diuangkan

  Bu Titin binti Samido tinggal Di Garut dan bu Nur binti Samidi tinggal di Bogor. Keduanya mewakili ahli waris pak Samido dan pak Samidi sepakat mewakafkan tanah leluhurnya yang ada di Moyudan Sleman kepada Muhammadiyah.  Alkisah, saya dihubungi seseorang, singkat cerita namanya bu Titin. Menceritakan bahwa kakek neneknya asli Moyudan Sleman, tetapi ahli warisnya tidak ada yang tinggal di Jawa (baca : Sleman) . Semua diluar 'jawa' dan tidak ada yang akan balik ke Jawa.  Dibagi tanah nanggung, dibagi uang nanggung. Akhirnya Satu bidang sertifikat hak 3 bersaudara seluas 600 M2 sepakat diwakafkan 400 M2.  Setelah saya jelaskan dua program utama percontohan wakaf melalui uang yaitu pembebasan tanah dan pembangunan gedung dakwah PDM Sleman dan Pembangunan RS PKU Muhammadiyah Pakem, beliau sepakat tanah dijual dan uangnya diwakafkan untuk PKU Pakem. Agar cepat manfaat, imbuhnya.  Sabtu, 5 Oktober 2024 akhirnya sertifikat diserahkan kepada saya atas nama Majelis Pend...

Pendayagunaan Wakaf Muhammadiyah untuk TK. ABA Harjobinangun

Ketua MPW PDM Sleman bersama Ketua Panitia Pembangunan Ahad, 15 September 2024 bertempat di kompleks masjid Nurudh Dhuha, Blembem lor Harjobinangun Pakem diselenggarakan pengajian dan peletakan baru pertama pembangunan Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal Harjobinangun.  TK ABA Harjobinangun ini dibangun diatas tanah seluas 377 M wakaf dari Bp. H. Sarimin berdasarkan Akta Ikrar Wakaf No. W.2/K6/138/2016 tanggal 21 Oktober 2016 dan lokasinya gandeng/berbatasan langsung dengan masjid Nurudh-dhuha.  Pada kesempatan tersebut secara spontan terhimpun dana baik cash maupun kesanggupan tertulis total 65 juta. Adapun jumlah dana yang  dibutuhkan Rp. 465.000.000, dan diharapkan selesai akhir maret 2025.  R. Agung Nugraha selaku ketua Majelis Pendayagunaan Wakaf (MPW) PDM Sleman sekaligus Ketua PCM Pakem mantarget tahun ajaran baru 2025/2026 sudah dimulai kegiatan KBM. karenanya panitia pembangunan dipisahkan dengan tim pendirian. Hal tersebut dimaksudkan agar terjadi ak...

Mengenang Prof Malik Fajar

KETUA Badan Pembina Harian (BPH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Prof. Dr. (H.C.) Drs. H. Abdul Malik Fadjar, M.Sc. berpulang di usia 81 tahun. Rektor UMM periode 1983-2000 ini menghembuskan nafas terakhirnya pada pukul 19.00 WIB di Rumah Sakit Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan. Kabar meninggalnya Prof. Malik Fadjar itu dibenarkan pihak UMM pada Senin (7/9) malam melalui siaran resminya.  Abdul Malik Fadjar lahir di Yogyakarta pada 22 Februari 1939. Ia dikenal sebagai tokoh bangsa yang sangat peduli pada dunia pendidikan. Sebagai anak seorang guru yang juga aktivis Muhammadiyah, Malik Fadjar adalah sosok yang mewarisi jiwa aktivisme dan kepemimpinan ayahnya, Fadjar Martodiharjo yang di kalangan Muhammadiyah dikenal sebagai tokoh yang bijaksana dan mengayomi. Darah guru terbukti menancap kuat dalam dirinya, terutama sejak ia menjadi guru agama di daerah terpencil di Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 1959, yaitu Sekolah Rakyat Negeri (SRN) Taliwang. Selanjutnya, p...